Minggu, 24 Februari 2008

dari CHEERLEADERS menjadi JILBABER

jadi cheerleaders menjadi jilbabers??
wah.. pasti ga nyangka ya.. dari busananya saja udh bertolak belakang..
tapi, bneran ada loh..!! saya jadi inget masa2 jahiliyah dulu, tpi yg pastinya saya bkn anggota cheerleader, tpi anggota taekwondo, hehe.. ga atuh..
ya.. kita langsung liat deh gimana ceritanya seorang anggota cheerleaders bisa jd jilbabers yg saya dpt dri suatu blog...

Hidayah hanya milik Allah semata. Hidayah dapat menghampiri setiap orang, meskipun bagaimanapun kondisi orang tersebut. Maka mohonlah selalu hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala agar kita termasuk orang-orang yang selamat di dunia dan akhirat. Inilah sepenggal kisah dari seorang akhwat yang awalnya termasuk anggota cheerleaders di SMAnya, sampai akhirnya berhijrah menjadi akhwat yang memakai jilbab syar'i. Mari kita simak penuturannya.

Sejak kelas satu SMA, aku termasuk salah satu ahggota cheerleaders. Ya! Seorang perempuan dengan pakaian minim nyaris telanjang yang menari-nari di hadapan ratusan penonton di tengah-tengah lapangan basket. Tidak hanya itu, aku juga menari di kafe-kafe. Dengan pakaian ketat dan minim, kami meliuk-liukkan badan di hadapan pengunjung. Tetapi, kesesatan itu tidaklah nampak bagiku waktu itu. Bahkan menjadi suatu kebanggaan bagi kami jika dapat tampil seseksi mungkin. Pergaulanku yang seperti itu memudahkan bagiku untuk tergoda dalam melakukan kemaksiatan lain. Merokok. Tentu saja ini tidak diketahui oleh pihak sekolah dan keluargaku.

Tetapi hidayah datang sesuai kehendak-Nya tanpa memandang kedudukan atau pangkat. Kelas tiga SMA, aku masuk ke kelas yang dikatakan kelas alim karena banyaknya anggota ROHIS dikelasku itu. Saat cawu I berakhir (dulu adalah sistem cawu), nampak beberapa teman laki-laki yang dulunya masih bergaul bebas mulai "berubah" ke arah yang baik. Aku bahkan menyukai salah satu di antara ikhwan tersebut. Tidak tahu diri ya aku ini. Tetapi dari situlah mulai berawal rasa ingin tahuku tentang agama ini. Aku sempat bertanya-tanya dengan Juan yang duduk di depanku. Aku berharap pembicaraan ini adalah pembicaraan yang dibolehkan, karena saat itu aku tidak dekat dengah teman-teman perempuan yang "baik" mengingat statusku yang cheerleader dan bandel itu.

Juan membicarakan masalah aurat. la mengatakan bahwa memperlihatkan aurat itu dosa bahkan bisa ikut menanggung dosa yang melihatnya. Maklum, saat itu aku masih memakai rok SMA pendek dan baju yang juga pendek bahkan dikatakan jungkies. Aku yang ceplas-ceplos langsung menjawab, "Berarti aku dosanya banyak dong!".

Akhirnya, aku mulai membaca-baca buku agama. Dipinjamkan oleh Juan dan sahabatku Ezi. Waktu itu, mulai muncul keinginan memakai jilbab. Aku banyak berpikir dan menangis. Keraguanku adalah bagaimana nanti tanggapan teman-temanku, bagaimana nanti dengan pergaulanku, keluargaku. Semua seakan-akan sangat sulit untuk dijalankan. Tetapi beberapa kejadian seakan menguatkanku. Terutama ketika mengingat masalah kematian. Di akherat nanti, tidak akan ada yang menemani, semua dipertanggungjawabkan sendiri. Aku membayangkan kalau aku dipadang mahsyar, aku bahkan lebih sendirian lagi daripada di dunia ini kalau teman-temanku yang dulu tidak mau bermain lagi denganku. Sempat di rumahku terjadi gempa kecil. Yang terpikir saat semua telah berhasil keluar rumah adalah, "Ya Allah... .bagaimana kalau aku meninggal tadi.. ..aku belum memakai jilbab.."

Aku sempat menceritakan ke salah satu sahabatku tentang keinginanku. Dia mengatakan "Kamu pakai jilbab bukan karena dia kan?". Maksud temanku adalah dia yang tadinya sempat aku sukai. Aku menjawabnya bukan. Sulit sekali menjelaskannya. Keputusan ini sangat jauh dari masalah percintaan dan bagiku adalah keputusan yang besar. Apalagi setelah aku mengetahui dalil-dalil Al-Qur'an yang mewajibkannya. Akhirnya aku menemui temanku yang bernama Ezi yang telah lebih dulu mendapatkan hidayah dan mengenakan jilbab sejak kelas dua SMA.

Aku menemuinya dan cuma bisa berkata, "Zi...eng...Zi...". Ezi memang orang yang sangat dewasa dan pengertian, dia langsung menjawab, "Kenapa Sis...?" . Aku hanya menatapnya tanpa bisa berkata-kata. Akhirnya Ezi berkata, "Sis... kamu mau pakai jilbab ya?". Aku langsung spontan menjawab, "Iyaa...".

Tepatnya hari Sabtu bulan Januari 2000, aku memakai jilbab ke sekolah. Aku sudah memberitahukan keinginanku ke keluargaku dan alhamdulillah mereka tidak melarang walaupun tidak berarti mendukung sepenuhnya.Karena aku membeli pakaian panjang dengan bantuan teman-teman ROHIS. Aku cuma punya satu kaos lengan panjang untuk dipakai keluar saat itu. Papaku hanya berkata, "Nanti kalau sudah lulus dibuka saja". Tapi aku jawab, "Tapi ini diwajibin di Al-Qur'an, Pi". Papa hanya terdiam mendengar jawabanku. Mama alhamdulillah kali ini menyetujui saja.

Teman-teman SMA-ku jelas heboh. Reaksi mereka macam-macam. Adik-adik anggota cheerleader hanya mengatakan, "Mba.....?!" Aku hanya tersenyum sambil berkata, "Mba ga bisa ikutan lagi ya.." Bahkan ada seorang teman perempuan yang biasa nongkrong di warung depan sekolahku menghampiriku sambil bertanya, "Sis, kamu ada apa. Ada masalah apa?". Dalam hati sebenarnya aku menjawab, "Aku takut sama Allah...", tetapi yang keluar hanya senyuman sambil berkata, "Ga apa-apa". Rasanya sulit sekali menjelaskan alasanku, apalagi kelihatannya klasik sekali jawaban itu untuk mereka. Teman-teman sekelas yang perempuan menyelamati aku sambil mengucapkan, "Selamat berhijrah". Aku menangis saat itu.

Bagiku waktu itu adalah sebuah batu loncatan besar dalam hidupku. Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. Rasanya masa laluku hitam sekali. Tetapi manusia tidak lepas dari kesalahan, dan sebaik-baik manusia adalah yang bertaubat atas kesalahan yang ia buat. Aku meninggalkan semua kebiasaan burukku. Aku memakai pakaian panjang, menutup jilbabku sampai menutupi dadaku dan aku tidak merokok lagi. Aku teringat ucapan Ezi yang menemaniku saat membeli jilbab,

"Yang ini ya Sis?", ia memilihkan salah satu jilbab putih yang ada.

"Ha?... kependekan, Zi", aku tidak puas dengan pilihan yang ia berikan.

"Kamu mau pakai yang panjang kaya temen-temen?"

"Iya...", jawabku. Alhamdulillah, sejak pertama kali aku pakai jilbab, aku langsung menutupi dadaku. Waktu itu aku cuma tahu dalil "Tutupilah dadamu". Aku juga diajarkan oleh Ezi untuk memakai "Daleman" sebelum memakai jilbab yang kini aku tahu namanya adalah khimar yang artinya menutupi.

Setelah dua tahun berlalu, aku kuliah di sebuah universitas negeri di Yogyakarta. Di kota ini, alhamdulillah aku mendapat hidayah lagi yang kali ini memantapkanku dalam menjalankan agama ini. dari mulai mengikuti bedah buku yang tadinya hanya ikut-ikutan dan mengikuti program belajar bahasa Arab, aku mulai mengenal manhaj yang ditempuh oleh para sahabat. Aku semakin menyadari bahwa apa yang aku lakukan dulu bukanlah lompatan besar seperti yang aku kira. Masih banyak kesalahan-kesalahan yang aku buat, baik dalam pergaulan, perkataan, perbuatan dan pakaian yang aku kenakan. Aku jadi tersadar bahwa ilmuku ternyata sangat minim sekali sehingga seperti dulu ketika belum memakai jilbab, aku menganggap apa yang aku lakukan benar-benar saja.

Kali ini dalil yang aku ketahui bertambah mengenai jilbab, yaitu surat Al-Ahzab ayat 59. Sekali lagi aku membuat heboh, baik di kampus dan di keluargaku karena "kebesaran" jilbabku dan warnanya yang gelap. Aku merasa seperti pertama kali memakai jilbab. kali ini aku mendapatkan doa, "Libas jadiid, wa 'isy hamiid, wa mut syahiid" (berpakaianlah yang baru, hiduplah yang terpuji dan matilah dalam keadaan syahid) dari mba-mba yang telah mendahului memakai pakaian yang syar'i. Aku hanya mengucapkan aamiin saja tanpa tahu artinya waktu itu. Ternyata setelah aku cari, itu adalah doa yang diajarkan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam untuk orang yang mengenakan pakaian baru. Keluargaku sampai sekarang masih berkomentar, "Besar sekali jilbabnya" dan mengira aku adalah bagian dari sebuah organisasi Islam. Aku sempat menjawab bahwa aku tidak mengikuti organisasi apapun, karena Islam itu satu.

Semoga Allah memberikan kemudahan dan kesabaran bagiku dalam menjelaskan.

Untuk itulah aku harus terus menuntut ilmu din ini. Supaya amal yang aku lakukan juga didasarkan ilmu dan aku bisa menyampaikan hujjah (alasan) dalam melakukan ibadah tersebut.

Dalam pencarian ilmu dan menjalankan perintah Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam, banyak ujian yang aku hadapi, baik dari keluarga, teman, dosen atau lingkungan sekitar. Kalau tidak ada ujian itu, maka sepertinya memang tidak tepat dikatakan kita beriman. Karena mudah sekali untuk beriman kalau begitu dan semua orang mestinya sudah mudah melaksanakannya dari dulu.

Kesalahan sering tidak nampak saat kita berkubang di kesalahan tersebut. Cobalah untuk berusaha melangkah keluar, membersihkan kotoran yang ada. Maka insyaa Allah kita enggan menceburkan diri ke kubangan itu lagi. Apabila ada pengaruh yang membuat kita terdorong ke kubangan itu, peganglah kuat-kuat tali penjaga di dekat kita, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tidak henti-hentinya aku berdoa untuk dikuatkan dan diberi kesabaran dalam menghadapi semua itu.

Sumber: Elfata vol.5 no 9 tahun 2005

Tidak ada komentar: